Saturday 5 August 2017

When Snow Falls



Judul: When Snow Falls (Ketika Salju Turun)
Series: Whiskey Creek #2
Genre: Contemporary Romance
Penulis: Brenda Novak
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Bahasa: Indonesia
Status: punya
Format: paperback
Rating: 4/5 (Goodreads)

Ketika hidup mengarahkanmu ke jalan yang tak pernah kau duga.....

Cheyenne Christensen telah mendambakan Joe DeMarco hampir seumur hidupnya..Yah, hampir ..
Joe adalah kakak dari salah seorang sahabatnya, Gail. Dan Eve...sahabat terbaiknya, yang terbaik menurut Cheyenne, menyukai Joe!

Cheyenne sahabat yang setia, ia sangat menyayangi Eve, sahabatnya itu telah banyak membantunya sejak ia datang ke Whiskey Creek. Sementara Joe? Dia tipe yang ideal untuk membangun keluarga, tapi sebenarnya dia hampir tidak mengenal Cheyenne dengan baik, bahkan kemungkinan besar jarang menyadari keberadaan Cheyenne. Jadi Cheyenne merelakan pria impiannya itu untuk sahabat terbaiknya, Eve. Keduanya cocok menurut Cheyenne. Mereka berdua berasal dari keluarga terhormat. Tidak seperti keluarga Cheyenne yang bermasalah.

Di tengah kekalutan dan rasa sedihnya merelakan Joe untuk Eve, Cheyenne mendapat tawaran..dari Dylan Amos. Pria yang tidak pernah masuk ke dalam daftar kekasih impiannya, malahan Dylan adalah pria yang selalu dia hindari sebaik mungkin. Tapi..... Dylan Amos menawarkan kesempatan..untuk merasakan sesuatu yang selalu diinginkannya. Apakah Dylan, pria yang terkenal dengan kenakalan, gosip miring juga keluarga yang tak kalah bermasalahnya dengan keluarga Cheyenne, adalah pilihan yang tepat?

Review:
Dibandingkan dengan buku pertama seri ini, kisah Cheyenne termasuk kisah yang sedikit tenang. Namun tetap tidak mengurangi daya tariknya. Kisahnya berada sepenuhnya di daerah Whiskey Creek, dan kehidupan Cheyenne digambarkan dengan baik di buku ini. Alur ceritanya mengalir dan saya sangat menikmati membacanya. Dylan adalah kejutan bagi saya, dan sangat manis untuk seorang pria dengan masa lalu yang sulit. Sementara Joe? Dia pria yang baik, tapi tidak semenarik Dylan. Bacaan yang membuat saya santai dan menyenangkan untuk diikuti...4 jempol untuk pengarangnya..!

Monday 31 July 2017

Snowfall at Willow Lake


Judul: Snowfall at Willow Lake (Salju di danau Willow)
Series: Lakeshore Chronicles #4
Genre: Contemporary Romance
Penulis: Susan Wiggs
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Bahasa: Indonesia
Status: punya
Rating: 5/5

Sophie Bellamy, seorang pengacara yang bekerja di Mahkamah Konstitusi International yang berjuang menangani kasus-kasus kemanusiaan di sebuah negara terpencil di Afrika. Sophie selama ini selalu percaya apa yang dikerjakannya selama ini, dapat membuat dunia yang lebih baik bagi anak-anaknya kelak. 

Tapi .... benarkah begitu?

Sebagai seorang pengacara, Sophie adalah seorang wanita yang sukses, namun sebagai seorang istri dan ibu? Sophie merasa dirinya istri yang buruk juga ibu yang payah. Ia kehilangan pernikahannya dan anak-anaknya (Max dan Daisy) tidak mau tinggal bersamanya. Hilangnya kebersamaan dengan anak-anaknya, membuat Sophie memikirkan kembali arti hidupnya. Sebuah insiden yang terjadi di Den Haag, tempat Sophie bekerja mengubah drastis kehidupan dan cara pandang Sophie. Ia memutuskan untuk kembali ke Avalon, sebuah kota kecil di New York, tempat Max dan Daisy berada. 

Ia bertekad akan menjadi ibu yang baik dan selalu ada untuk Max dan Daisy, juga si kecil Charlie. Kenyataan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, putra dan putrinya telah memiliki kehidupan sendiri dan mereka meragukan pernyataan Sophie bahwa ia akan tinggal di Avalon selamanya. Bagaimana cara Sophie bersatu kembali dengan anak-anaknya? Lalu ada seorang dokter hewan tampan yang menjadi tetangganya, Noah Shepherd. Dokter yang satu ini tidak hanya pandai menangani hewan, tapi juga memikat hati Sophie. Baikkah bila begini? Prioritas Sophie adalah keluarganya namun tampaknya kehidupan menawarkan sesuatu yang tidak diperkirakan Sophie. Akankah dia mengambilnya?

Review saya:

Waktu pertama kali saya baca seri Lakeshore Chronicles, saya tidak begitu tertarik, namun belakangan ini saya mencoba kembali membaca buku ini dari buku no 2 (Jenny dan Rourke), berlanjut ke no 3 (Greg dan Nina), dan ternyata sulit bagi saya untuk berhenti melanjutkan seri ini. Kisah-kisahnya hangat dan menyentuh dan saya rasa dialami oleh sebagian besar dari kita.

Saya memang selalu suka akan kisah-kisah keluarga di kota kecil seperti Avalon. Di mana para warganya telah saling mengenal sejak lama, ada sesuatu yang abadi di kota kecil yang takkan kau temukan di kota lain. Perasaan rindu akan rumah. Keyakinan bahwa kau akan selalu diterima. Juga tawaran akan kesempatan kedua dalam hidup yang seringkali tak terduga dan tak pernah terpikirkan sebelumnya. 

Sophie adalah seorang yang berusaha memperbaiki hidup dan mencari jalan untuk kembali kepada kedua anaknya. Tak mudah baginya untuk datang ke Avalon, mengingat di sana lah keluarga mantan suaminya berakar dan dikenal semua orang. Namun, ia tetap datang, karena Max dan Daisy ada di sana. Ia mencoba melakukan hal-hal yang dulu dianggapnya sepele, namun ternyata berarti bagi anak-anaknya. Perjuangan Sophie, ketakutannya, asumsi-asumsinya mengenai penduduk kota Avalon terasa dekat di hati saya dan membuat saya memberikan rating 5/5 di Goodreads.

Monday 23 January 2017

Dilan (2) : Dia adalah Dilanku, tahun 1991




Judul buku: Dilan bagian kedua: Dia adalah Dilanku tahun 1991
Penulis: Pidi Baiq
Format: E-book
Status: punya
Read from: January 14 - January 23, 2017
Challenge: GRI, Buku yang mencantumkan angka pada judulnya

Review:
Saya membaca buku kedua dari Pidi Baiq ini karena tertarik dengan karakternya Dilan, yang menurut saya berbeda banget alias ga biasa dari anak SMA pada umumnya. Dilan di buku pertama dan bagian awal buku kedua memiliki karakter yang kuat , humor yang beda, dan punya prinsip. Saya sangat menyukai percakapan antara Dilan dengan Milea, sederhana tapi terlihat kalau mereka saling menyayangi.

Kenapa saya hanya memberikan 3 bintang karena saya sebal dengan karakter Lia (Milea) di buku kedua ini yang menurut saya gimana ya? hahaha lebay gitu dalam mengungkapkan isi hatinya, emosional sekali. Meski sempat membuat saya terkenang diri sendiri saat masih SMA. Milea yang emosional, labil, dan menuntut membuat saya gemas sekali dengan dia saat baca buku ini terutama saat dia menampar Dilan.

Di bagian akhir buku ini saya sedikit kecewa dengan karakter Dilan yang menurut saya seharusnya Dilan tidak seperti itu. Jika melihat perjuangan Dilan berusaha mendapatkan Milea di buku pertama, di buku kedua ini, Dilan tidak berusaha memperjuangkan apa yang penting baginya. Dan hal tersebut membuat saya kecewa dan bingung dengan Dilan, kenapa dia begitu mudahnya melepas Milea bahkan tidak berusaha setidaknya mencari tahu kabarnya di kemudian hari. 

Mungkin karena bingung ini, saya tertarik membaca buku ke 3 nya nanti yaitu Milea: Suara dari Dilan. Saya ingin tahu apa sih yang dipikirkan Dilan saat itu? Kenapa Dilan ga berjuang untuk bersama Milea? Bagaimana sebenarnya Milea di mata Dilan? Dan apa arti Milea untuk Dilan? 

Semoga di buku ke 3 nanti semua pertanyaan saya terjawab.

Tuesday 3 February 2015

Postern of fate



Postern of fate / Gerbang Nasib
Author: Agatha Christie

Tommy dan Tuppence sudah pensiun dari kegiatan spionase. Mereka pun pindah ke desa Hollowquay dan membeli rumah tua yang bernama The Laurels. Semua berawal dari sebuah buku anak-anak, Prudence/Tuppence/Mrs Beresford menemukan sebuah buku yang di dalamnya digarisi dan menghasilkan kalimat "Mary Jordan mati tidak wajar. Dia adalah salah satu dari kami. "

Kalimat singkat ini berhasil menggugah rasa ingin tahu Tuppence. Ia berusaha mencari tahu mengenai siapa sebenarnya gadis bernama Mary Jordan ini? Apa yang dilakukannya di rumah ini dan apa yang menyebabkan ia mati tidak wajar? Apakah dia dibunuh? Kalau ya, siapa yang membunuhnya?

Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan di benak Tuppence. Bosan dan penasaran dengan rutinitas sehari-harinya membuat Tuppence kembali bertualang dan menyelidiki Mary Jordan. Tommy berusaha menarik istrinya dari kegiatan yang mungkin saja mengundang bahaya tapi semua usahanya sia-sia karena Tuppence bahkan melibatkan Tommy untuk membantu penyelidikannya.

Dalam buku ini Albert, si pelayan setia juga ikut membantu kegiatan kedua majikannya. Ia sudah sangat memahami sifat keduanya sehingga tak sulit baginya untuk melibatkan diri dalam beberapa hal tertentu. Karakter lainnya yang juga menarik adalah anjing Terrier-Manchester kepunyaan keluarga Beresford yang dinamai Hannibal.

Bagi saya, buku terakhir dari seri Tommy and Tuppence ini kurang greget n seru dibanding tiga buku pertama seri ini. Entah kenapa rasanya agak membosankan dan pembicaraan nya pun berputar-putar di lingkup yang itu-itu aja. Kasusnya pun terasa membingungkan dan kayaknya kurang nyambung ya. Tapi ini menurut saya lho.. Saya cuma kasih 2 bintang / 5 bintang di Goodreads untuk buku ini.

Saturday 11 January 2014

Buku yang baru selesai dan sedang dibaca Dec13-Jan 14

Virgin River Christmas - Robyn Carr-Done
About That Man - Sherryl Woods -Done
Mine till Midnight - Lisa Kleypas -Done
Little Women - Louisa May Alcott -Done
Good Wives - Louisa May Alcott - Done
Ask Anyone-Sherryl Woods - On going (sedang dibaca)
Hummingbirds - Lavyrle Spencer - On going (sedang dibaca)

Untuk review nya belakangan ya ^_^ lagi asyik baca nich.. masih banyak banget yang lom dibaca...

Tuesday 24 December 2013

Appointment with Death - Perjanjian dengan maut



“Kau mengerti kan, bahwa dia mesti dibunuh?”

Kalimat singkat ini menjadi awal dari kasus yang ditangani Hercule Poirot dalam perjalanannya ke Petra. Sekelompok wisatawan yang terdiri dari sebuah keluarga Amerika, teman lama, dokter, psikolog, politisi dan guru. Yang menjadi perhatian utama adalah keluarga Boynton dari Amerika. Keluarga ini tengah mengadakan pesiar bersama dan sekilas dilihat dari luar mereka hanya seperti keluarga biasa yang tengah berwisata tapi jika diamati lebih cermat terdapat banyak keganjilan di dalamnya. Sarah King seorang lulusan dokter yang baru saja putus dari tunangannya memutuskan untuk ikut wisata ke Petra dan di sanalah dia bertemu keluarga ini.

Ketertarikan awalnya dimulai melalui percakapan singkat dengan Raymond Boynton di kereta, percakapan singkat ini membuat Sarah King tertarik kepada Raymond. Raymond yang juga sebenarnya tertarik padanya mendadak menjadi acuh saat mereka bertemu kembali di hotel. Ketika diselidiki penyebabnya ada pada Mrs. Boynton atau ibu tiri Raymond. Mrs. Boynton adalah tipe perempuan dominan, ia mendominasi semua gerak-gerik keluarganya. Putra putri Boynton tak akan berani melakukan hal apapun tanpa izin ibu mereka dan hal ini membuat Sarah kesal sekaligus tertarik kepada mereka. Dia membagi minatnya ini terhadap teman seperjalanannya Dokter Gerard yang juga psikolog dan bagi Gerard, keluarga Boynton merupakan studi kasus yang sangat menarik.

Keluarga Boynton terdiri dari si sulung Lennox Boynton dan istrinya Nadine, Raymond Boynton, Carol Boynton, dan yang bungsu adalah Ginevra Boynton yang disapa Jinny. Di antara semua anak tersebut, hanya Jinny yang merupakan anak kandung Mrs. Boynton. Yang lainnya merupakan anak dari Mr Elmer Boynton dengan istri pertamanya. Meski Jinny merupakan putri kandungnya, perlakuan Mrs Boynton sama dominannya dengan anak lainnya. Jinny mulai sering berkhayal yang tidak-tidak dan membuat kakak tirinya Raymond dan Carol khawatir dengan kondisinya. Setiap orang dalam cerita ini memiliki kesan sendiri terhadap Mrs. Boynton dan kesan-kesan tersebut yang nantinya akan menjadi kunci pemecahan kasus saat Mrs. Boynton ditemukan meninggal saat mereka sedang berlibur.


Selain keluarga Boynton, Sarah King, dan dokter Gerard, masih ada beberapa tokoh cerita yang juga menjadi kunci kasus ini yaitu Lady Westholme si politisi, Ms Amabel Pierce sang guru juga Mr Jefferson Cope teman keluarga Boynton. Semuanya memiliki versi tersendiri dalam menjelaskan alibi mereka, tak jarang alibi itu saling bertentangan, namun Hercule Poirot mengungkap kasus tersebut dengan caranya sendiri dan mengetahui motif setiap orang di baliknya. Apakah keluarga Boynton bisa hidup bahagia setelah ini? Atau malah semakin menderita? Apakah ini pembunuhan atau murni kematian wajar? 

Monday 23 December 2013

Sheila-Luka Hati Seorang Gadis Kecil


Ini kedua kalinya gue baca buku karya Torey Hayden. Buku pertama yang gue baca itu berjudul Kevin. Dalam bahasa Inggris judulnya “Murphy’s Boy”. Sama seperti Kevin, Sheila juga gadis kecil yang bermasalah. Bermasalah bukan karena dirinya sendiri melainkan lingkungannya yang menjadikan dia seorang anak yang memiliki banyak masalah.
Judul aslinya “One child” di Indonesia diterjemahkan menjadi “Sheila-Luka Hati Seorang Gadis Kecil”. Buku ini mengisahkan cerita nyata tentang kehidupan seorang gadis cilik berusia 6 tahun di Amerika. Gue lupa Amerika mana cuma yang jelas diceritakan di sini, Sheila berasal dari sebuah perkampungan migran di sebuah distrik kecil tempat para pekerja migran meksiko tinggal.  Torey Hayden, sang pengarang sekaligus guru Sheila dalam cerita ini merupakan seorang guru yang berdedikasi terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Dia mengajar di sekolah di distrik tempat Sheila tinggal. Jika sebelumnya, dia merasa masih bisa mengatasi anak-anak di kelasnya yang berjumlah 8 orang dan semuanya bermasalah (dengan berbagai latar belakang kehidupan yang bisa dikatakan sama sekali tidak menyenangkan), sekali ini dia benar-benar kewalahan menerima Sheila di dalam kelasnya.
Di bulan November tahun sebelumnya, Sheila dimuat di sebuah surat kabar karena dia telah membakar bocah laki-laki berusia tiga tahun sampai mati. Berita di koran itu singkat saja, hanya terdiri dari beberapa baris, namun itu cukup membuat Torey gamang menerima kehadiran Sheila. Bagaimana bisa seorang anak kecil berusia 6 tahun bisa membakar bocah yang lebih muda darinya? Pengalaman macam apa yang membuat Sheila menjadi seperti itu. Meski begitu, Torey tetap harus menerima Sheila, karena unit anak-anak Rumah Sakit Negara belum siap saat itu sehingga Sheila membutuhkan tempat untuk menampungnya sementara.
Sheila tiba di kelas Torey dengan keadaan sangat lusuh dan berbau pesing. Meski bagi Torey, itu hal yang biasa di kelasnya, namun bau Sheila benar-benar menimbulkan penolakan dari anak-anak lain. Sheila tidak mau mendekat sama sekali ke lingkaran mereka, dan dia selalu menjauh saat Torey mencoba mendekatinya. Saat dipaksa melakukan sesuatu, Sheila akan mengamuk dan menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya. Karena tidak tahan dengan sikap Sheila yang destruktif, Torey selalu menyuruhnya ke sudut diam (sudut kelas berisi sebuah kursi di mana Sheila harus duduk sendiri di sana dan melihat aktivitas kelas) setiap kali Sheila membuat masalah. Bahkan di sanapun Sheila masih menunjukkan perlawanannya namun perlahan Sheila hanya diam. Sekalipun Sheila bersikap menentang, sebenarnya anak itu mengamati aktivitas kelasnya dengan baik. Anak-anak lainnya yang semula menolak Sheila, mulai membiasakan diri dengan keadaan gadis cilik tersebut dan mereka kompak akan melakukan hal lain yang berguna disaat Sheila mengamuk lagi dan Torey harus menenangkannya.
Di kelasnya Torey mempunyai aktifitas di mana anak-anak harus menuliskan apa saja yang mereka sukai dan tidak sukai pada hari itu. Mereka menuliskannya di selembar kertas dan memasukkannya ke sebuah kotak yang dinamakan KOTAK JIN. Mereka bebas menulis apa saja dan kepada siapa saja termasuk kepada Torey dan Anton, asisten Torey di kelas. Keesokan harinya Torey akan meminta mereka menghitung jumlah kertas yang mereka dapatkan dan menulis balasannya. Kegiatan sederhana ini sangat berpengaruh bagi anak-anak tersebut, mereka bisa mendengar (bagi anak yang tidak bisa membaca, akan dibacakan) dan membaca langsung kesan teman-teman terhadap diri mereka, dan semakin banyak kertas yang mereka dapatkan yang memberikan pujian, maka mereka akan gembira dan hal ini meningkatkan rasa percaya diri mereka yang terbiasa diremehkan oleh lingkungan. Bagi Sheila juga begitu, awalnya ia tak peduli, namun begitu mendengar surat-surat yang ditujukan kepadanya dari teman-teman sekelas berupa kritikan bahwa dirinya bau dan senang menganggu kelas dan hal itu jelaslah tidak disukai mereka. Mereka memberi saran, kalau Sheila tidak terlalu bau dan bersikap baik, mungkin mereka mau berbicara dan duduk dekat dengannya di kelas. Awalnya Sheila marah mendengar itu semua, namun perlahan ia mau mencoba sedikit lebih bersih. Setiap hari Sheila selalu memakai kaos dan celana yang sama sehingga tidaklah heran baunya sangat menyengat. Tidak peduli ia pipis di malam harinya maupun kehujanan sekalipun, bajunya tetaplah sama. Torey ingin memberinya baju bekas namun Sheila menolak karena ayahnya akan marah kalau tahu dia menerima pemberian orang lain. Ayahnya tidak suka menerima sedekah dan dia menginginkan hal yang serupa bagi Sheila. Dia akan memukul Sheila apabila Sheila menerima pemberian orang lain.
Untuk mengatasi hal itu, Torey membujuk Sheila memakai pakaian lain selama di sekolah saja, sementara dia bersekolah, bajunya akan dicuci sehingga tidak terlalu bau meski mustahil menghilangkan kotoran di bajunya namun setidaknya baju itu bersih dan tidaklah bau. Sheila setuju karena ayahnya tidak akan tahu mengenai hal ini. Ayahnya jarang di rumah dan seringkali mabuk berat sehingga tidak memperhatikan Sheila. Setiap pagi saat Sheila datang (Sheila selalu datang setengah jam lebih awal karena ia harus ikut bus SMU yang melewati tempat tinggalnya), Torey akan menyisir rambutnya dan membersihkan badannya. Torey membelikannya jepit rambut dan Sheila menjaganya seolah itu harta karun raja-raja. Secara penampilan, Sheila membaik. Ia mau mandi, menyikat gigi, membersihkan mukanya dan berganti pakaian. Ia selalu mengenakan jepitnya setiap hari dan meminta Torey menyisir rambutnya. Sheila tampak cantik dan ia menyukainya sehingga mau didandani.
Dalam hal akademik Torey terkejut mendapati Sheila sangat pandai dalam matematika. Ia mampu berhitung dengan baik dalam penambahan, perkalian, pengurangan juga pembagian. Sheila bahkan mampu membaca dengan lancar meski dialeknya aneh (mungkin karena perkampungan migran meksiko), ia paham kosakata yang sulit. Karena penasaran, Torey terus menjejalinya dengan berbagai pertanyaan yang lebih rumit dan Sheila mampu menjawab semuanya dengan sangat baik. Torey lalu meminta salah seorang temannya yang merupakan seorang dokter ahli dan psikolog memberikan tes pada Sheila dan hasilnya Sheila memiliki IQ 180, kemampuan otaknya setara dengan anak kelas 5 SD di sekolah reguler. Dengan kata lain Sheila seorang jenius. Bagi Torey, hal ini menyenangkan sekaligus menyedihkan, ia menyayangkan anak sepintar Sheila tidak mendapat lingkungan yang baik sehingga bakat anak itu terpendam rapat dan tidak bisa digunakan. Sheila mau menjawab soal-soal secara lisan namun ia tidak mau mengerjakannya secara tertulis. Ia akan merobek kertasnya dan menghancurkannya sedemikian rupa lalu mengambek. Akhirnya Torey membiarkannya sampai anak itu menyatakan ingin menulis dengan sendirinya. Sheila tidak menyukai tulis-menulis karena ia tidak ingin kesalahannya terlihat dengan jelas, ia benci kesalahan dan kelihatannya sangat takut dengan kegagalan. Ia melihat pekerjaan anak-anak lain yang dicoret apabila ditemukan kesalahan, dan Sheila tidak menginginkannya di lembar jawabannya.
Sheila tenyata merasa bersalah atas kepergian ibunya dan adik laki-lakinya Jimmie. Ia ingat ibunya meninggalkannya di jalan saat baru berumur empat tahun. Ibunya hanya membawa Jimmie pergi, sementara Sheila ditinggalkan bersama ayahnya. Kepergian ibunya meninggalkan luka hati yang dalam bagi Sheila. Ayahnya menyalahkan Sheila, karena Sheila nakal, makanya sang ibu pergi meninggalkannya di jalan. Karena Sheila tidak bisa diatur, Jimmie dibawa pergi oleh ibunya padahal ayahnya sangat menyayangi putranya itu. Ia tidak yakin Sheila putrinya sehingga rasa sayangnya hanya untuk Jimmie. Kejadian itu membuat Sheila takut akan kegagalan, ia menganggap dirinyalah penyebab ibunya pergi, dan ayahnya menjadi seorang pemabuk. Tentunya hal ini hanya berasal dari kacamata seorang gadis cilik, Torey menasehatinya bahwa belum tentu itu penyebab ibunya pergi, bisa saja terjadi masalah lain yang mengharuskannya meninggalkan Sheila. Namun Sheila berkeras bahwa dialah penyebabnya.
Hari-hari demi hari terus berlalu, di saat Sheila menunjukkan kemajuannya dengan pesat, direktur sekolah menyatakan bahwa Unit Anak-Anak di Rumah Sakit Negara sudah dibuka dan Sheila akan dipindahkan ke sana. Tahun depan kelas khusus ini akan ditutup karena delapan anak terbelakang tersebut telah menunjukkan kemajuan pesat sehingga bisa ditempatkan di kelas reguler dengan bimbingan khusus. Torey menentang penempatan Sheila di rumah sakit negara karena jelas tempat itu tidak cocok untuk anak itu. Sheila sama sekali tidak gila, dan jelas-jelas pintar. Ia hanya kurang mendapat kesempatan untuk hidup layak. Torey meminta bantuan kekasihnya Chad seorang pengacara dan mereka berhasil memenangkan kasus Sheila sehingga Sheila bisa berada di sekolah seperti sebelumnya. Kemenangan ini membawa sedikit perubahan pada ayah Sheila. Ia menjadi lebih memperhatikan Sheila dan mau menerima bantuan orang lain tanpa mengartikannya sebagai sedekah.
Di tengah kegembiraan Sheila, datanglah bencana yang tidak diduganya. Pamannya Jerry memperkosanya, ia memaksa memasukkan alat kelaminnya ke vagina Sheila, dan ketika alat kelaminnya tidak bisa masuk dan Sheila menolaknya, ia menusukkan pisau ke vagina Sheila untuk membuatnya lebih lebar sehingga gadis cilik tersebut mengalami pendarahan hebat. Sheila sama sekali tidak menangis meski jelas ia sangat kesakitan dan juga trauma. Baginya menangis tidak akan membuat keadaannya menjadi lebih baik. Torey melaporkannya ke polisi, dan Jerry segera ditahan karena penganiayaan seksual terhadap anak-anak.
Di kelasnya, Torey menerangkan kepada anak-anak mengenai bagian tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain. Dan mereka juga tidak boleh minta disentuh di bagian tersebut. Hal-hal tersebut hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa yang saling menyayangi bukan orang dewasa terhadap anak-anak, apalagi dengan cara memaksa. Dan jika mereka menemukan orang berlaku aneh kepada mereka, anak-anak itu harus segera mencari perlindungan atau membicarakannya kepada orang lain supaya mereka dapat ditolong.
Sejak kejadian itu, Sheila berubah. Ia menjadi lebih traumatis dan sulit didekati seperti saat pertama ia datang ke kelas Torey. Sheila trauma memakai gaun yang dianggapnya menjadi penyebab ia diperkosa pamannya. Dan hal itu membuatnya menjadi muram. Torey berusaha mendekatinya dan perlahan Sheila kembali ke sikapnya yang baik dan berusaha di kelasnya dengan sangat baik. Ia berperan sebagai Dorothy dalam “the Wizard of Oz” yang ditampilkan di sekolahnya. Ayahnya datang dan bangga melihat Sheila, ia bahkan meminta Torey membelikan Sheila pakaian sehari-hari yang pantas untuk anak perempuan. Torey menyanggupinya dengan senang hati.
Saat berpisah pun tiba, Torey tahu kelasnya akan ditutup dan ia telah memberitahukan kepada beberapa anak mengenai perubahan ini. Sebagian dari mereka akan pindah ke sekolah reguler dan beberapa sekolah sudah menerima penempatan mereka. Bagi Sheila, Torey menempatkannnya di SD Jefferson, karena Torey mengenal salah seorang guru di sana dan ia yakin guru itu bisa mengajar Sheila dengan baik dan mau memperhatikannya. Yang menjadi masalah adalah bagaimana cara memberi tahu Sheila. Anak itu alergi perpisahan dan Torey telah menjadi seorang spesial bagi Sheila. Pelan tapi pasti Torey memberi tahunya dan reaksi Sheila sangat keras akan hal ini. ia menolak menjadi baik dan terus mempertanyakan kenapa Torey menjinakkannya lalu meninggalkannya? Torey menjelaskan meski mereka berpisah, ia akan tetap meyayangi Sheila. mereka akan berkirim surat setia minggunya dan hal ini akan membuat Sheila tumbuh dewasa. Sheila mau menerimanya dan membiasakan diri di sekolah barunya. Sekalipun ia tetap menginginkan Torey, tapi ia paham Torey akan tetap menyayanginya meski mereka tidak bisa selalu bersama.